
CTRL+J APAC 2025 Gaungkan Kolaborasi dan Pendanaan Adil untuk Kualitas Berita
Jakarta, 22 Juli 2025 – Masa depan jurnalisme di tengah pesatnya perkembangan Kecerdasan Buatan (AI) menjadi sorotan utama dalam konferensi regional CTRL+J APAC 2025. Digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan International Fund for Public Interest Media (IFPIM), seminar tiga hari ini (22-24 Juli 2025) di Hotel Le Meridien, Jakarta, menjadi wadah penting bagi jurnalis, pegiat media, akademisi, dan perusahaan teknologi untuk merumuskan standar jurnalisme berkualitas di era AI.
Peluang dan Tantangan AI dalam Pemberitaan
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Nezar Patria, membuka konferensi sebagai Keynote Speaker. Ia menyuarakan optimisme terhadap potensi AI dalam dunia jurnalisme. “AI dapat menyederhanakan berbagai pekerjaan jurnalis dalam penyampaian informasi, mulai dari analisis data hingga pembuatan konten, yang mengarah pada operasi yang lebih cepat,” ujar Nezar.
Namun, optimisme ini datang dengan peringatan keras. Nezar menekankan perlunya mekanisme akuntabilitas seiring dengan perkembangan AI, mengingat potensi AI untuk memproduksi dan menyebarkan kabar bohong dengan cepat. Media juga didesak untuk beradaptasi dengan model bisnis baru yang dipengaruhi AI dan memahami pergeseran pola konsumsi pembaca. Tak kalah penting, Nezar menyoroti keharusan untuk memastikan kompensasi yang adil bagi jurnalis di tengah lanskap yang semakin didominasi AI.
Jurnalisme sebagai ‘Barang Publik’ yang Butuh Dukungan Ekosistem
Diskusi panel pembuka memperdalam tantangan yang ada. Michael Markovitz, Head of GIBS Media Leadership Think Tank dari Afrika Selatan, mengemukakan bahwa jurnalisme adalah “barang publik” yang vital bagi masyarakat, layaknya makanan atau minuman. Sayangnya, ia menilai jurnalisme belum didukung oleh infrastruktur pendanaan dan ekosistem yang memadai.
“Berbagai pemangku kepentingan dari media dan perusahaan teknologi perlu duduk bersama untuk menemukan ekosistem ekonomi terbaik yang akan membantu industri media bertahan di tengah disrupsi digital,” tegas Markovitz, menyerukan kolaborasi lintas sektor.
Regulasi Inklusif dan Penguatan Posisi Media Lokal
Dari Brasil, Maia Fortes, Executive Director Associação de Jornalismo Digital (AJOR), menyoroti pentingnya regulasi AI yang inklusif demi memperkuat ekosistem jurnalisme digital. “AI harus diatur agar dampaknya memperkuat ekosistem jurnalisme digital, ini sangat penting untuk menjaga demokrasi kita yang sudah rapuh,” katanya. Brasil, menurut Maia, telah berupaya menerapkan prinsip-prinsip relasi ideal antara perusahaan teknologi dan jurnalisme untuk mempromosikan ekosistem media digital yang mengutamakan pluralitas dan keberagaman.
Senada dengan hal itu, Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, menyerukan solidaritas negara-negara Global South untuk memperkuat posisi tawar media lokal. Wahyu menyoroti ketidakseimbangan daya tawar antara media lokal dengan raksasa teknologi seperti Google dan Meta. “Para pembuat kebijakan harus membuat regulasi yang kuat untuk melindungi kepentingan perusahaan media lokal dalam menghadapi perusahaan-perusahaan teknologi tersebut,” ujarnya. Ia menekankan bahwa media lokal membutuhkan dukungan pendanaan berkelanjutan dari berbagai pemangku kepentingan yang berkomitmen pada independensi media dan jurnalisme berkualitas.
Mendesak Pembentukan Dana Jurnalisme Indonesia
Dalam kesempatan ini, Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) memaparkan hasil Studi Kelayakan Dana Jurnalisme Indonesia dan menyerahkannya kepada Dewan Pers, disaksikan langsung oleh Wakil Menteri Nezar Patria.
Masduki dari PR2Media mengingatkan tentang kondisi kritis media-media lokal di Indonesia yang menghadapi minimnya pendanaan. “Kita perlu segera membentuk dana abadi untuk jurnalisme publik, yang diperkuat dengan peraturan terkait,” ungkap Masduki. Namun, ia juga menyadari bahwa proses pembuatan kebijakan di Indonesia bisa memakan waktu lama.
Pentingnya memastikan independensi media dari intervensi negara, meskipun pendanaan bersumber dari anggaran negara, juga menjadi perhatian utama Masduki. Anggota Dewan Pers, Dahlan Dahi, yang menerima studi tersebut, berjanji untuk menindaklanjuti hasilnya.
Konferensi CTRL+J APAC 2025 ini menjadi platform krusial untuk membahas bagaimana jurnalisme dapat tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan tetap relevan di era AI, sambil memastikan keadilan dan kualitas pemberitaan bagi publik. (Rilis/AMSI)