Densus 88 Pastikan Ledakan di SMAN 72 Bukan Aksi Terorisme
Densus 88 Antiteror memastikan aksi peledakan yang dilakukan oleh ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum), yang merupakan siswa SMA Negeri 72 Jakarta, tidak terkait dengan jaringan terorisme.
Aksi tersebut digolongkan sebagai Memetic Violence Daring, atau kekerasan yang dipicu peniruan dari konten di dunia maya.
Densus 88 Antiteror Polri menyebut aksi peledakan di SMA Negeri 72 Jakarta Utara merupakan tindakan kriminal murni. PPID Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengungkapkan pelaku melakukan aksi atas dasar peniruan dari konten kekerasan di internet.
Mayndra menyebut, di kalangan komunitas kekerasan daring, aksi seperti ini dikenal dengan istilah Memetic Violence. Pelaku terinspirasi dari tokoh atau aksi kekerasan yang banyak dibagikan secara online.
Temuan Penyidik dan Pola Aksi Pelaku
Dalam penyelidikan, polisi menemukan sejumlah tulisan di senjata airsoft gun milik pelaku, yang memuat nama-nama tokoh dan ideologi dari Eropa hingga Amerika. Pelaku juga mencari berbagai konten kekerasan dan bergabung dalam komunitas daring yang mengagumi aksi kekerasan.
Densus 88 mengungkap, di komunitas tersebut, setiap tindakan kekerasan yang diunggah anggotanya sering mendapat apresiasi sebagai sesuatu yang heroik.
Kondisi ini diduga menjadi pemicu pelaku melakukan aksi peledakan. Polisi juga menemukan nama-nama pelaku penembakan massal dunia yang ditulis di senjata mainan milik pelaku, di antaranya Alexandre Bissonnette, Luca Traini, dan Brenton Tarrant.
Senada dengan temuan tersebut, Dansat Brimob Polda Metro Jaya, Kombes Henik Maryanto, mengungkap bahwa bom yang meledak di Masjid SMA Negeri 72 Jakarta diduga dikendalikan melalui remote.
Polisi menemukan rangkaian bom aktif dengan daya 6 Volt dan casing dari jeriken plastik berisi strap mill paku. Barang bukti lain juga ditemukan di taman baca dan bank sampah sekolah, termasuk satu unit remote yang diduga digunakan untuk mengendalikan ledakan.
Hingga kini, penyidik dari Densus 88 Antiteror dan Polda Metro Jaya masih melakukan pendalaman untuk mengungkap motif dan jaringan sosial daring yang diikuti pelaku. Polisi juga terus berkoordinasi dengan pihak sekolah dan lembaga terkait untuk melakukan pendampingan psikologis bagi siswa lainnya. (FZR)