Praperadilan Ditolak, Advokat Daniel Sinaga Kecewa: Anggap Putusan Hakim Abaikan Perlindungan Profesi
Pontianak – Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Advokat Daniel Teguh Pradana Sinaga, S.H., M.H., terkait penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kepolisian, ditolak oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Pontianak. Penolakan ini menimbulkan kekecewaan besar bagi Daniel Sinaga, yang menilai putusan tersebut tidak mempertimbangkan substansi penting mengenai kedudukan dan perlindungan hukum bagi Advokat.
Hakim Tolak Praperadilan, Daniel Sinaga Anggap Putusan Keliru
Dalam persidangan yang digelar, Hakim Tunggal PN Pontianak memutuskan untuk menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh pihak Daniel Sinaga. Permohonan tersebut berfokus pada keabsahan proses penyidikan dan penetapan tersangka terhadap dirinya, terutama mengingat statusnya sebagai Advokat yang sedang menjalankan tugas profesional.
Daniel Sinaga menyatakan kekecewaannya secara terbuka pasca-putusan. Ia berpendapat bahwa putusan tersebut tidak profesional dan minimnya pemahaman hakim terhadap substansi hukum terkait profesi Advokat.
“Saya sangat kecewa dengan hasil putusan ini karena tidak mempertimbangkan secara komprehensif tentang syarat mutlak pemeriksaan atau pro justitia terhadap seorang Advokat,” ujar Daniel kepada wartawan pada Senin (27/10/2025).
Hak Imunitas dan Proses Hukum Advokat
Daniel Sinaga menyoroti tiga persoalan mendasar yang dianggap tidak dipertimbangkan oleh Hakim, yaitu:
1. Keabsahan proses penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Pontianak terhadap seorang Advokat.
2. Kesesuaian penetapan tersangka terhadap Advokat dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Apakah hak imunitas (kekebalan hukum) yang dimiliki Advokat, sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan perluasannya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, dapat diabaikan begitu saja.
Menurut Daniel, dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam konteks menjalankan tugas profesionalnya sebagai kuasa hukum dalam perkara perdata yang disidangkan secara elektronik (e-Court) di PN Pontianak. Penetapan tersangka ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 45 Ayat (4) dan ayat (6) juncto Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang ITE serta Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia menilai penetapan tersangka ini merupakan bentuk “kriminalisasi” terhadap Advokat yang sedang berjuang membela kepentingan hukum kliennya, dan menganggapnya sebagai bentuk pelecehan terhadap martabat profesi Advokat (officium nobile).
Ancaman terhadap Perlindungan Hukum Advokat dan Masyarakat
Daniel Sinaga khawatir bahwa putusan praperadilan ini dapat mempersempit ruang gerak Advokat untuk mendapatkan perlindungan hukum saat menjalankan tugasnya, khususnya dalam persidangan secara elektronik (e-Court) yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) R.I Nomor 7 Tahun 2022.
“Dengan kondisi seperti ini, tidak ada lagi ruang bagi Advokat untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas profesinya di dalam persidangan secara elektronik,” tegasnya.
Ia juga menuding PN Pontianak, melalui Hakim Tunggalnya, telah bertindak sebagai pihak yang membenarkan proses hukum yang dilakukan penyidik Polresta Pontianak.
Langkah Hukum Selanjutnya: Praperadilan Ulang dan Pelaporan Etik
Menanggapi penolakan ini, Daniel Sinaga memastikan bahwa ia dan timnya akan segera mengajukan kembali permohonan praperadilan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah dan tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka ketika menjalankan tugas pendampingan hukum dengan itikad baik.
Selain itu, ia juga akan melaporkan Hakim Tunggal yang menyidangkan perkara ini ke sejumlah lembaga pengawas. Pelaporan akan diajukan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia, dan Pengadilan Tinggi Pontianak.
Pelaporan ini bertujuan agar dilakukan pemeriksaan dan eksaminasi terhadap putusan yang dinilai “sesat”, serta dijatuhkannya sanksi sesuai dengan pelanggaran kode etik dan hukum acara yang berlaku.
Daniel Sinaga kembali mengingatkan tentang esensi Pasal 16 UU Advokat yang menegaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana saat menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien, baik di dalam maupun di luar persidangan.