
Borneo Forum 2025: Antara Hantu Ganoderma, Petani Mandiri, dan Asa Keberlanjutan
Pontianak, 22 Agustus 2025 – Pagi itu, sinar matahari menembus dinding kaca ruang pertemuan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Suasana penuh semangat. Di salah satu sudut ruangan, seorang pria paruh baya duduk memegang buku catatan yang penuh coretan tangan. Matanya tajam, wajahnya serius.
Dia adalah Anes, petani mandiri asal Kembayan, Kabupaten Sanggau. Ia datang dengan segudang tanya, pulang membawa secercah harapan.
Selama dua hari, 21–22 Agustus 2025, Anes menyerap banyak ilmu baru di Borneo Forum ke-8 Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Baginya, sawit bukan sekadar pohon penghasil tandan buah segar. Sawit adalah napas hidup keluarga.
Tapi di balik daun-daun hijaunya, terselip ancaman senyap Ganoderma, sang “jamur pemakan akar” yang bisa membuat masa depan petani luluh lantak.
“Ini masalah serius. Kalau sawit kena Ganoderma, bisa habis,” tutur Anes lirih, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri.
Senyap Bernama Ganoderma
Ganoderma bukan sekadar istilah ilmiah. Ia adalah momok di kebun-kebun sawit. Jamur ini menempel diam-diam di akar, menyedot nutrisi, lalu mematikan pohon perlahan. Petani menyebutnya “hantu kebun” tak terlihat, tapi meninggalkan bekas luka ekonomi.
Dalam forum itu, Anes mendengar kabar mengejutkan penelitian menyebutkan, jika ancaman Ganoderma tak diatasi, sawit bisa punah dalam beberapa dekade ke depan. Petani seperti dirinya tak bisa lagi berpangku tangan.
“Jangan sendiri-sendiri,” ucap Anes tegas. “Kita harus bersama-sama cari solusi.”
Di sinilah Borneo Forum menjadi titik temu antara petani, koperasi, perusahaan, dan pemerintah. Semua duduk satu meja, membicarakan nasib sawit, masa depan pangan, dan keberlanjutan ekosistem.
Koperasi Cahaya Harapan
Di tengah situasi penuh tantangan, sebuah kabar baik datang. Koperasi Produsen Manunggal Jaya dari Kabupaten Sintang dianugerahi Mitra Kerja Terbaik GAPKI 2025.
Bagi Suripto, ketua koperasi, penghargaan ini bukan sekadar simbol. Itu adalah buah dari gotong-royong.
“Kami menjaga kemitraan, bukan sekadar mencari untung,” ucap Suripto penuh rasa syukur.
Koperasi ini dianggap sukses membangun hubungan sehat antara petani dan perusahaan sawit, sekaligus meningkatkan kesejahteraan anggotanya lewat tata kelola usaha transparan.
Dalam industri yang kerap diguncang isu deforestasi dan konflik lahan, praktik koperasi semacam ini adalah oase di tengah padang tandus.
Borneo Forum 2025 bukan sekadar seminar. Ia adalah ruang napas bagi masa depan sawit Indonesia. Ada sederet isu strategis yang dibahas:
- Sertifikasi ISPO dan keberlanjutan tata kelola sawit.
- Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan strategi tumpangsari.
- Kemandirian energi berbasis sawit di tengah krisis energi global.
- Penguatan kapasitas SDM petani melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
Solusi Rantai Pasok
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, mengingatkan bahwa kolaborasi adalah kunci. “Badan Pengelola Dana Perkebunan sudah siapkan dana, kenapa tidak dimanfaatkan?” katanya. “Ini bisnis besar, kita tidak boleh pasif.”
Musti Melek Teknologi
Purwadi MS, Direktur Eksekutif Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta memberikan pesan inspiratif dan menggugah generasi muda.
“Anak muda sekarang luar biasa. Jangan sampai petani sawit cuma jadi penonton,” ucapnya mengingatkan.
Era digital, katanya, membuka peluang bagi petani untuk berjejaring, berbagi pengetahuan, dan memasarkan produk.
Jika petani berani melek teknologi, sawit tak hanya jadi komoditas, tapi bagian dari ekosistem ekonomi digital yang inklusif.
Menenun Harapan Borneo
Di balik diskusi serius soal kebun dan produksi, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga menjadi sorotan. HPI Palm Oil Unit, salah satu anggota GAPKI Kalbar, memaparkan empat pilar CSR yang mereka jalankan:
- Pendidikan dan Kebudayaan — mendukung sekolah, guru, pelatihan vokasi, hingga kegiatan keagamaan.
- Sosial Ekonomi — pelatihan UMKM, pembangunan jalan, jembatan, dan pemberdayaan petani kecil.
- Kesehatan — penyuluhan gizi, pencegahan stunting, layanan medis dasar.
- Lingkungan — penanaman pohon, pengadaan air bersih, dan edukasi pelestarian alam.
Proyek besar mereka, pembangunan Jembatan Beguntang di Sintang senilai Rp13 miliar, kini menghubungkan 10 desa sekaligus. Itu bukan sekadar beton dan baja, melainkan simbol keterhubungan antara mimpi dan kenyataan.
Salah satu agenda paling krusial di forum ini adalah soal keberlanjutan lingkungan. Industri sawit tak lagi bisa berjalan dengan logika lama ekspansi tanpa batas.
Penanaman pohon, pengelolaan sampah, dan pengadaan air bersih kini menjadi kewajiban moral. Bukan hanya untuk memenuhi standar global, tapi untuk memastikan generasi berikutnya masih bisa melihat hutan yang sama hijau seperti hari ini.
“Keberlanjutan bukan pilihan,” tegas Paulus Nokus dari HPI Palm Oil. “Ini kebutuhan.”
Harapan Bernama Kolaborasi
Menjelang penutupan, suasana forum terasa syahdu. Ketua Panitia Borneo Forum ke-8, Purwati Munawir menatap peserta satu per satu.
“Tetap semangat. Kita berjuang untuk sawit sejahtera,” ucapnya dengan suara bergetar.
Anes berdiri, menatap langit-langit aula. Di kepalanya, bercampur angka-angka produktivitas, ancaman Ganoderma, dan wajah anak-anaknya.
Sawit bukan sekadar komoditas. Sawit adalah masa depan keluarganya, masa depan desanya, bahkan masa depan negeri.
Ia tahu perjalanan ini masih panjang. Tapi ia tak lagi merasa sendiri.
Borneo Forum 2025 mengajarkan satu hal penting: petani, perusahaan, koperasi, dan pemerintah tidak bisa berjalan sendiri.
Sawit, dengan segala kontroversinya, masih menjadi denyut ekonomi negeri. Tapi ancaman Ganoderma, krisis energi, dan kerusakan lingkungan mengintai dari segala sisi.
Harapan satu-satunya adalah bersatu. Karena di tanah Borneo ini, sawit bukan hanya soal laba. Sawit adalah soal hidup, masa depan, dan cinta pada bumi.***